Mengenal Lebih Dekat PERMA 3 Tahun 2022, Resolusi MA untuk Mediasi Secara Elektronik

Post At : 6 Dec 2022 | On Category : Law and Policy


    Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh pihak ketiga yang disebut dengan Mediator. Mediator adalah hakim atau nonhakim yang memiliki sertifikat Mediatpr sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa melalaui Mediasi Elektronik. Praktik mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa telah diatur secara jelas mulai dari HIR/RBg, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Aturan terkait Mediasi tersebut juga telah mengalami beberapa kali perubahan dan pembaharuan, yang terakhir yaitu PERMA Nomor 3 Tahun 2022 tentang Mediasi di Pengadilan Secara Elektronik (PERMA Nomor 3 Tahun 2022).

    PERMA Nomor 3 Tahun 2022 merupakan respon dari kebutuhan hukum masyarakat terkait pelaksanaan mediasi pada masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan adanya pembatasan aktivitas, termasuk segala rangkaian dalam proses di pengadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 PERMA Nomor 3 Tahun 2022, pengertian mediasi elektronik adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator yang dilakukan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam keadaan tertentu, dengan persetujuan para pihak proses mediasi dapat dilakukan secara elektronik. Namun, jika para pihak tidak menyetujui pelaksanaan mediasi secara elektronik, maka mediasi tetap dilaksanakan secara manual. Keadaan tertentu yang dimaksud, yaitu seperti terjadinya bencana alam, wabah penyakit, keadaan lain yang ditentukan oleh pemerintah sebagai keadaan darurat, atau keadaan lain yang menurut Mediator perlu melakukan Mediasi Elektronik.

    PERMA Nomor 3 Tahun 2022 memberikan jaminan pelaksanaan mediasi secara elektronik dengan prinsip akses terjangkau. Bahwa, elektronik sebagai media utama dalam keberlangsungan proses mediasi secara elektronik, maka pengadilan menjamin setiap ruang mediasi di pengadilan dilengkapi dengan perangkat pendukung komunikasi audio visual. Namun, dengan persetujuan para pihak/kuasanya mediasi secara elektronik dapat dilakukan di luar ruang mediasi pengadilan dengan tetap menjaga prinsip kerahasiaan. Sebagaimana prinsip mediasi yang menganut prinsip kerahasiaan, dalam mediasi melalui elektronik juga menganut prinsip kerahasiaan. Berdasarkan Pasal 19 PERMA Nomor 3 Tahun 2022, mediator dan para pihak wajib menjaga kerahasiaan terhadap hal yang terjadi termasuk dokumen yang dibagikan dalam pertemuan mediasi elektronik. Selain itu dalam Pasal 20 juga mengatur, bahwa mediator dan para pihak dilarang melakukan pengambilan foto dan perekaman secara audio atau audio visual selama pertemuan mediasi elektronik.

    Adapun tahapan pelaksanaan mediasi melalui elektronik berdasarkan PERMA Nomor 3 Tahun 2022 tetap sama dengan ketentuan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016, kecuali ditentukan lain oleh PERMA terbaru tersebut. Adapun beberapa perubahan dan pembaharuan dalam PERMA Nomor 3 Tahun 2022, diantaranya yaitu:

  1. Bahwa aturan pelaksanaan mediasi dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016 hanya menyebutkan bahwa aturan pelaksanaan mediasi dibuat secara bersama dengan para pihak. Sedangkan Pasal 15 PERMA Nomor 3 Tahun 2022 membuat klausula baku yang harus dipenuhi dalam etika pertemuan mediasi.
  2. Bahwa pemanggilan para pihak dalam Pasal 21 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 menyebutkan, mediator atas kuasa hakim pemeriksa perkara melalui panitera melakukan pemanggilan para pihak dengan bantuan juru sita atau juru sita pengganti untuk menghadiri pertemuan mediasi. Adapun dalam Pasal 17 PERMA Nomor 3 Tahun 2022 menyebutkan bahwa, panggilan pertemuan mediasi elektronik kepada para pihak oleh mediator dilakukan melalui sarana elektronik dengan disertai keterangan alamat ruang virtual mediasi elektronik yang akan digunakan untuk melakukan pertemuan.
  3. Sebagaimana pelaksanaan mediasi secara elektronik, maka perumusan rancangan kesepakatan mediasi juga dilakukan secara elektronik dengan penandatanganan elekronik yang telah tervalidasi. Apabila tidak memiliki tandatangan elektronik yang tervalidasi dapat melakukan tandatangan secara manual. Selanjutnya, mediator akan menyampaikan hasil mediasi tersebut kepada majelis pemeriksa secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan. (Inn)